Krisis Finansial PT Sritex: Rincian Utang US$ 1,6 Miliar dari 28 Bank

Daftar Isi

PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau lebih dikenal dengan PT Sritex, raksasa tekstil Indonesia, kini menghadapi babak sulit dalam perjalanannya. Pada pertengahan 2024, Pengadilan Niaga Semarang resmi menyatakan PT Sritex pailit. Kondisi ini menguak tumpukan utang perusahaan, terutama utang kepada 28 bank besar, yang semakin memberatkan posisi keuangan perusahaan di tengah badai ketidakpastian.

Dalam laporan keuangan semester pertama 2024, PT Sritex mencatat total liabilitas mencapai US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 25,12 triliun (dengan asumsi kurs Rp 15.700 per USD). Utang ini terbagi menjadi utang jangka panjang senilai US$ 1,47 miliar dan utang jangka pendek sebesar US$ 131,42 juta. Selain itu, laporan menunjukkan bahwa ekuitas PT Sritex mengalami defisiensi modal sebesar -US$ 980,56 juta, menandakan posisi yang sangat tertekan dan membayangi nasib perusahaan.

Tumpukan Utang di 28 Bank: Potret Krisis Sritex

Hingga 30 Juni 2024, utang terbesar PT Sritex berasal dari pinjaman perbankan. Perusahaan ini berutang kepada 28 bank dengan total pinjaman jangka panjang mencapai US$ 809,99 juta atau sekitar Rp 12,72 triliun. Dalam deretan kreditur ini, terdapat bank-bank besar dalam negeri, seperti Bank Central Asia (BCA), Bank Negara Indonesia (BNI), hingga bank asing seperti State Bank of India dan Citibank.

Bank BCA menjadi kreditur terbesar PT Sritex, dengan eksposur mencapai US$ 71,30 juta atau sekitar Rp 1,11 triliun. Berikutnya, State Bank of India melalui cabangnya di Singapura memegang utang sebesar US$ 43,88 juta. Dengan angka sebesar ini, posisi para bank dalam menghadapi proses restrukturisasi atau penagihan kembali dana mereka pun tidak luput dari perhatian publik dan pelaku industri keuangan.

Di bawah ini adalah rincian utang jangka panjang PT Sritex kepada setiap bank kreditur per Juni 2024:

  1. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) – US$ 71,31 juta

  2. State Bank of India, Singapore Branch – US$ 43,88 juta

  3. PT Bank QNB Indonesia Tbk – US$ 36,94 juta

  4. Citibank N.A., Indonesia – US$ 35,83 juta

  5. PT Bank Mizuho Indonesia – US$ 33,71 juta

  6. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) – US$ 33,27 juta

  7. PT Bank Muamalat Indonesia – US$ 25,45 juta

  8. PT Bank CIMB Niaga Tbk – US$ 25,34 juta

  9. PT Bank Maybank Indonesia Tbk – US$ 25,16 juta

  10. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) – US$ 24,80 juta

  11. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) – US$ 23,81 juta

  12. Bank of China (Hong Kong) Limited – US$ 21,78 juta

  13. PT Bank KEB Hana Indonesia – US$ 21,53 juta

  14. Taipei Fubon Commercial Bank Co., Ltd. – US$ 20,00 juta

  15. Woori Bank Singapore Branch – US$ 19,87 juta

  16. Standard Chartered Bank – US$ 19,57 juta

  17. PT Bank DBS Indonesia – US$ 18,24 juta

  18. PT Bank Permata Tbk – US$ 16,71 juta

  19. PT Bank China Construction Indonesia Tbk – US$ 14,91 juta

  20. PT Bank DKI – US$ 9,13 juta

  21. Bank Emirates NBD – US$ 9,61 juta

  22. ICICI Bank Ltd., Singapore Branch – US$ 6,96 juta

  23. PT Bank CTBC Indonesia – US$ 6,95 juta

  24. Deutsche Bank AG – US$ 6,82 juta

  25. PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk – US$ 4,97 juta

  26. PT Bank Danamon Indonesia Tbk – US$ 4,52 juta

  27. PT Bank SBI Indonesia – US$ 4,38 juta

  28. MUFG Bank, Ltd. – US$ 23,78 juta

Dampak pada Bank Kreditur dan Upaya Restrukturisasi

Krisis yang melanda PT Sritex memberikan dampak signifikan tidak hanya pada perusahaan tetapi juga pada institusi perbankan yang terlibat. Bagi para bank, terutama yang memiliki eksposur besar seperti BCA, Bank Muamalat, dan Bank BJB, permasalahan ini tidak hanya mengancam profitabilitas, namun juga menuntut upaya mitigasi risiko yang serius. Potensi write-off atau pencadangan tambahan untuk kerugian bisa menjadi langkah yang perlu diambil, tergantung pada hasil proses hukum yang masih berlangsung.

Selain itu, proses restrukturisasi utang kemungkinan besar akan menjadi pilihan utama. Namun, proses ini tidak mudah mengingat besarnya jumlah utang dan banyaknya bank yang terlibat. Koordinasi dan kesepakatan bersama di antara para kreditur menjadi kunci agar upaya restrukturisasi berjalan lancar. Masing-masing bank akan berusaha meminimalisir kerugian dan mempertahankan posisi mereka dalam persaingan bisnis perbankan yang semakin ketat.

Tantangan dan Masa Depan PT Sritex

Keputusan pailit ini menandai titik penting bagi PT Sritex dan seluruh pemangku kepentingannya. Mengingat perusahaan telah lama menjadi pemain utama di sektor tekstil Indonesia, kegagalan finansial ini tidak hanya berdampak pada karyawan dan pemilik saham, tetapi juga pada pemasok, pelanggan, serta industri tekstil secara keseluruhan. Pengelolaan utang yang tidak terkontrol dan melemahnya daya saing perusahaan menunjukkan pentingnya manajemen risiko dan strategi keuangan yang lebih solid untuk menghindari kegagalan di masa depan.

Masa depan PT Sritex akan sangat bergantung pada hasil restrukturisasi serta kemampuan perusahaan untuk menarik kembali minat dan kepercayaan para kreditur. Dengan tantangan yang berat dan dukungan yang masih belum pasti, langkah berikutnya akan menjadi penentu bagi kelangsungan hidup salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia ini.

Posting Komentar